Jumat, 26 Juni 2009

PERBANDINGAN SISTEM MEDIA MASSA “OTORITARISME MALAYSIA VS LIBERTARISME INDONESIA”

Nama : KHARISMA AYU FEBRIANA

NIM : 153 070 115

Kelas : B

PERBANDINGAN SISTEM MEDIA MASSA

“OTORITARISME MALAYSIA VS LIBERTARISME INDONESIA”

Sebelum kita jauh mengenal bagaimana sistem pers otoritarisme dan libertarisme dalam suatu negara tertentu.Akan saya kenalkan dulu apa itu sistem media massa

Sistem adalah suatu kesatuan yang tersusun atas bagian-bagian atau kompnen-komponen yang saling bergantung serta hubungan satu dengan yang lainnya dan masing-masing komponen itu juga berdiri dan funsi sendiri,Namun saling berkait demi tercapainya satu tujuan yang telah di tentukan.Contohnya aja Sistem radio:yang terdiri dari penyiar,wartawan,studionya,bahkan sampai pemancarnya,itu semua merupakan kesatuan dari sistem radio.

Karakteristik sistem:
-Terdapat inteterdependensi atau keterkaitan antar bagian dalam sistem.Implikasinya sistem selalu menciptakan koordinasi-integrasi-siskronisasi.Mengingat dalam sistem dapat berjalan dengan baik sesuai fungsinya
-Dapat menghasilkan “combined action”
Kekuatan baru yang dapat menghasilkan kekuatan baru Bahwa suatu sistem tergantung pada komponennya atau juga komponen yang bergantung pada sistem
-Sistem berorientasi pada tujuan dan semuanya unsur di kerahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Ciri-ciri suatu sistem media massa :penerimanya heterogen,adanya umpan balik,ada organisasi massa,dan juga akan di siarkan secara serempak dalam waktu yang sama.
Dan pada dasarnya media massa adalah suatu sistem karena di dalamnya terdapat berbagai bagian yang saling berinteraksi membentuk kesatuan untuk mencapai tujuan

So,Sistem Media Massa adalah keterkaitan sub sistem yang membangun dalam media tersebut.
Dalam hal ini,pastinya pemerintah membuat UU tentang pers, untuk mengaturnya,yaitu UU no40 tahun 1999 dan UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

Bagaimana Sistem Media Massa Terbentuk?
Tergantung pada sistem sosial politik yang pastinya di pengaruhi oleh ideologi yang dalam arti luas sering di sebut filsafat sosial

Dalam Filsafat sosial hubungan manusia dengan negara di bagi menjadi dua:
1. Rasional:hubungan manusia dan negara ligaliter atau setara,dalam hal ini “manusia mampu eksis secara individu ,maka dari itu ia menuntut kebebasan yang sebebas-bebasnya.Namun demikian pada umumnya manusia selalu menempatkan dirinya secara proposional,tahu kapan saatnya untuk bebas dan tidak.Contoh nyata,di indonesia,beredarnya majalah orang dewasa(playboy) yang di jual bebas dan tingginya minat masyarakat untuk memilikinya,merupakan bentuk sistem sosial politik libertarian masyarakat terhadap media massa tersebut

2. Absolutisme:Cara pandang manusia yang tidak akan eksis bila tidak ada kelompok.Adanya sistem otoritarian,manusia tidak ada apa-apanya tanpa kelompok.Contoh nyata sistem otoritarian di terapkan di negara malaysia.
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa sistem media massa di pengaruhi oleh sistem sosial politik(otoritarian,libertarian,demokratis),dan di pengaruhi oleh filsafat sosial(rasionalisme dan absolutisme)

Malaysia dan Indonesia sebenarnya sama-sama bangsa melayu,yang bila kita lihat mayoritas pemeluk islam di kedua negara tersebut hampir sama.Malayisa yang popular dengan menara petronasnya, Sedang Indonesia terkenal dengan Monasnya.Malaysia yang terdapat ribuan tenaga kerja Indonesia menjadi budak di Malaysia, Malaysia yang pers nya tersenyum dengan kekangan kekuasaan sedang Indonesia yang pers nya tersenyum dengan kebebasannya.
Malaysia yang terkenal dengan keramah tamahan sikap melayu, namun tidak berartti pemerintah bersikap serupa terhadap pers yang ada di sana. Di Malaysia pers lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Pers Malaysia tidak pernah memberitakan hal-hal yang negatif tentang suasana negerinya sendiri. Pemerintah mengontrol dengan ketat pemberitaan. Pemerintah memberikan jutlak soal apa yang boleh dan tidak boleh diberitakan.
Meskipun Malaysia menganut ideologi demokrasi, dengan seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Demokrasi tersebut tidak berlaku bagi institusi pers. Pers di sama seperti di Indonesia pada masa orde baru, yakni dikontrol lewat keharusan pembaruan izin terbit semacam SIUP. Pembaruan izin terbit di ini jauh lebih ketat dibandingkan dengan di Indonesia pada masa lalu, yakni setiap tahun.utama di kuasai pemerintah atau partai-partai yang berkuasa, yang tergabung dalam koalisi Barisan Nasional.

Di Malaysia kepemilikan pers dikuasai oleh partai nasional yang menggenggam status quo selama berdekade, pers sebagai komponen vital kontrol sosial berperan aktif melakukan pengawasan terhadap sistem politik, hukum, keadilan, penegakan hak asasi, dan sebagainya.
Di Malaysia karena pers dikekang dan diatur ketat oleh pemerintah yang berkuasa. Peran utama pers yaitu kontrol sosial hampir tidak pernah dijalankan oleh pers Malaysia. Lewat pers, salah satu nilai yang dijunjung demokrasi dipenuhi, yakni kebebasan menyampaikan pendapat. Demokrasi diidentikkan dengan kebebasan mengungkapkan pendapat. Karena itu, orang banyak berharap dari demokrasi.Dalam melihat kecendrungan tersebut, dapat disimpulkan sistem pers di Malaysia menganut sistem teori pers Otoritarian, dimana pemerintah dapat menekan media massa yang ada di negaranya. Pers di Malaysia tidak bisa menjalankan fungsinya dengan sewajarnya. Malaysia memiliki hukum penyensoran yang tergolong keras di dunia. Pemerintah terus melakukan kendali atas media. Larangan yang diterapkan seringkali mengatasnamakan keamanan nasional.Maka tak heran kasus Manohara yang menyangkut 2negara yaitu Indonesia-Malaysia begitu tenang di tanggapi oleh Raja tlantang Malaysia,karena pers di Malaysia tidak terlalu heboh memberitakan kasus Manohara seperti di Indonesia,Dan yang paling membuat saya terheran adalah saat pangeran Tlantang(Tengku Fahri) di wawancara eklusif oleh wartawan indonesia dengan sikap yang santai,tenang,dan terus tertawa tanpa dosa ;( ?” # # $ *

Undang Undang Media Cetak dan Publikasi yang dikeluarkan pemerintah Malaysia di tahun 1984 memberikan kewenangan kepada Departemen Dalam Negeri Malaysia untuk menghentikan penerbitan media massa. Jika pemberitaan tidak sejalan dengan pemerintah, maka izin penerbitan dapat dicabut tanpa alasan yang jelas atau melalui proses hukum.

Di Indonesia
Sebelum kita analisis fenomena pers saat ini di indonesia,kita lihat dulu yuuk,pers di massa orde baru.Fenomena Pers di massa orde baru yang hampir sama dengan pers di malaysia yaitu
Pers menyandang atribut yang menyebabkan sering terpojok pada posisi yang dilematis. Disatu sisi tuntutan masyarakat mengharuskan memotret realitas sosial sehingga pers berfungsi sebagai alat kontrol. Namun pada posisi lain, sebagai institusi yang tidak lepas dari pemerintah, menyebabkan pers cenderung tidak vis a vis terhadap pemerintah. Ini artinya, pers mau tidak mau harus mematuhi mekanisme yang menjadi otoritas pemerintah. Inilah yang membuat pers binggung menentukan pilihan, antara kewajiban moral terhadap masyarakat dan keharusan untuk mematuhi aturan pemerintah sebagai konsekuensi logis.
Hal demikian tak ubahnya dengan mendikte pers yang telah kehilangan otonominya. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Bagaimanapun juga pers masih punya otonomi, salah satu kemampuan untuk bertahan hidup ditengah derasnya iklim demokrasi dan himpitan struktur yang harus ditaati.

Peringatan pemerintah Orde Baru muncul karena kepedulian pers pada kepentingan masyarakat. Pers mendapat peringatan pemerintah sama saja dia mempunyai otonomi sendiri, sebab ia berani menentukan pilihannya untuk berpihak pada masyarakat.
Bagi masyarakat, pers berfungsi sebagai katarsis. Katarsis adalah kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis. Akan tetapi di lain pihak terbentur oleh ketidak mampuan untuk lepas dari keberadaan negara. Jadi pers sebagai katarsis maupun ketundukan pers pada sistem politik memaksa pers bersifat pasif dan kurang otonom. Karena dijadikan wahana tarik-menarik kepentingan antara masyarakat dan pemerintah tanpa pers sendiri diberikan otonomi untuk memilih kebijakan yang diinginkan.

Namum bila kita analisis saat ini,pers di indonesia cenderung ke libertarisme,yang mana adanya suatu kebebasan yang sering lupa fungsinya sebagai alat kontrol sosial dan pemerintah lalai untuk mengontrol pers, sehingga banyak berdampak pada ketahanan dan keamanan bangsa sendiri.Sebagai contoh nyata:adalah kasus ambalat yang mana media massa selalu memberitakan perkembangannya,akibatnya sering terjadi aksi demontrasi yang di lakukan mahasiswa ke pada pemerintah,agar pemerintah bertindak tegas ke pada Malaysia,dan seolah peperangan akan terjadi..alih-alih aksi demontrasi yang di lakukan mahasiswa berakhir dengan tindaka ktiminal dan bentrok dengan aparat kepolisian yang mengamankan.Kasus manohara juga hampir setiap hari di beritakan di media massa,bahkan tiap ganti cenal,”manohara lagi-manohara lagi...”,dari mulai riwayat hidup Manohara-awal perkenalan dengan fahri-Menikah-Penyiksaan,dst..,di kupas habis oleh media,hal yang terlalu berlebih seperti ini justru akan mempengaruhi ketahanan dan pertahanan bangsa.

Kebebasan bukan segala-galanya atau bukan tanpa batas. Sama halnya dengan demokrasi. Demokrasi juga membutuhkan tegaknya tatanan hukum dan ketertiban. Tanpa semua itu, demokrasi menjadi tidak mungkin. Akan tetapi, semestinya kebebasan berpendapat lewat media tetap menjadi sarana utama dan eksklusif bagi tindakan politik.Peraturan bagi media massa atau sistem pers disuatu negara, intervensi pemerintah ataupun politik pada kebebasan yang bertanggung jawab.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak.. artikelnya benar2 menarik dan sangat sesuai dengan skripsi saya..
boleh tau, referensi buku ato jurnal apa yg mba punya dalam menganalisa kasus membandingan media massa di Indonesia dan malaysia?? jika ada jawabannya.. mohon dgn segala hormat sharing ke email saya di lyta.fauzee@hotmail.com

terimakasihhh

Lily Rofil on 23 April 2011 pukul 15.33 mengatakan...

terima kasih artikelnya. berguna banget buat saya. izin "petik" buat rujukan saya yaaa. akan saya acknowledge kok. hehe

Tapi saya mau komentar dikit.
Kalo menurut teori press tradisional, falsafah/sistem media terdiri dari empat: otoritarian, komunisme sovyet, tanggungjawab sosial, dan liberal.
menurut empat ini, ya, Indonesia memang liberal dan Malaysia otoritarian.
tapi teori ini sudah tidak dipakai lagi melainkan ditambah lagi dua sistem yang lebih kontemporari, yaitu democratic participatory dan komunikasi pembangunan. Dan menurut teori yang baru ini, media malaysia menamakan diri sebagai komunikasi pembangunan dan Indonesia tetap liberal.

Posting Komentar

Kasi komentar iaaa......:)

 

Blogroll

Site Info

Text

The Journal Magz Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template